Taman Meru Desa Tambong Perlu Perhatian Khusus, Diduga Punya Situs Sejarah Macan Putih

  • Whatsapp

Banyuwangi, Tambong – Penemuan reruntuhan batu bata yang diduga bekas gapura Kerajaan Macan Putih di Pasar Sawah Meru, Dusun Krajan, Desa Tambong, disambut antusias pemerintah desa setempat.

Kepala Desa Tambong Agus Hermawan mengatakan, kawasan Pasar Sawah Meru tersebut rencananya akan dimanfaatkan sebagai pasar kuliner dengan arsitektur kuno.

”Mulai gapura dan kawasan tempat lapak dagangan kami konsep pedagang zaman kuno era kerajaan,” ungkapnya.

Bentuk gapura pagar Pasar Sawah Meru sudah selesai 50 persen. Lokasi tersebut memang berada di tepi persawahan dengan pemandangan sawah terasering yang menarik. Di sisi lain, sebagai penarik wisatawan di lokasi tersebut juga akan ada Objek Terdaftar Cagar Budaya (OTCB).

Kunjungan Siswa Purwoharjo

”Jadi, reruntuhan batu bata yang diduga bekas gapura Kerajaan Macanputih  akan kami gali bersama tim ahli cagar budaya Banyuwangi untuk selanjutnya dijadikan wisata sejarah dan edukasi,” jelasnya.

Berdasarkan UU No 11 Tahun 2010, batu bata yang diduga bekas gapura Kerajaan Macanputih akan dimasukkan dalam potensi cagar budaya dan keberadaannya dilindungi dan diperlakukan sebagai cagar budaya.

Sehingga, masyarakat dalam hal ini pemilik tanah diharap ikut menjaga dan melestarikan dengan memberikan sosialisasi tentang pentingnya pelestarian cagar budaya.

”Taman Meru yang berada di Desa Tambong  perlu mendapatkan perhatian khusus, baik dari pemerintah daerah maupun Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan dapat dijadikan objek wisata sejarah,” ujar Tim Ahli Cagar Budaya Banyuwangi KRT Ilham Triadi.

Jika melihat bekas reruntuhan bata merah, biasanya bata berukuran besar merupakan reruntuhan gapura. Namun, berdasar data dari sumber lisan nama Meru berasal dari bukit yang salah satu namanya Situs Meru Sonya yang berada di Desa Tambong, Kecamatan Kabat.

Berdasarkan kajian Tim Ahli Cagar Budaya Banyuwangi, dilihat dari karakteristiknya, bata merah berbahan terakota tersebut diduga sebagai perlengkapan aktivitas peradaban masa. Apalagi, lokasinya berdekatan dengan situs Kerajaan Macan Putih.

”Setiap daerah diharapkan memiliki museum desa dengan mengangkat budaya daerahnya, sehingga generasi penerus paham tentang warisan leluhurnya,” tandas Ilham. (JPRB/Malik Efendi/ JMDN )

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *